BAB I
PENDAHULUAN
Pangan
merupakan kebutuhan utama bagi manusia. Di antara kebutuhan yang lainnya,
pangan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi agar kelangsungan hidup
seseorang dapat terjamin.
Indonesia
merupakan salah satu negara berkembang yang semenjak dulu hingga kini masih
terkenal dengan mata pencaharian penduduknya sebagai petani. Namun, dewasa ini
Indonesia justru menghadapi masalah serius dalam situasi pangan.
Pada
dasarnya, permasalahan ketahanan pangan di Indonesia sebenarnya tidak perlu
terjadi. Hal ini dikarenakan Indonesia sebagai negara agraris memiliki lahan
yang sangat banyak dan subur, maka semestinya ketersediaan pangan surplus.
Namun, yang terjadi sekarang adalah ketahanan pangan di Indonesia bermasalah,
bahkan cenderung kedodoran. Ada banyak faktor, salah satunya konversi lahan
pertanian yang tinggi dan tingkat pertumbuhan penduduk yang hampir tidak
terkendali.
BAB II
PEMBAHASAN
Pertumbuhan
penduduk Indonesia yang pesat sepertinya tidak diimbangi dengan sarana dan
prasaran yang membantu. Melihat pada kondisi global misalnya, banyaknya jumlah
penduduk sekarang menjadi masalah besar. Jumlah penduduk dunia sekarang yang
ketahui telah mencapai 9 miliar jiwa. Bandingkan dengan jumlah pada 50 tahun
sebelumnya, yang hanya 3 miliar jiwa. Dalam kurun 50 tahun jumlah penduduk
dunia meningkat pesat hingga lebih dari dua kali lipat. Di Indonesia sendiri
pascasensus 2010, jumlah penduduknya mencapai 235-240 juta.
Jumlah yang
sangat besar ini sepertinya tidak diimbangi dengan kemampuan lahan pertanian di
Indoensia. Konversi besar-besaran lahan pertanian ke non-pertanian menambah
buruk kondisi pangan di bumi Nusantara ini. Misalnya seperti mengkonversi lahan
pertanian menjadi pemukiman yang menngakibatkan lahan pertanian semakin sempit.
Lambat laun, kesulitan pangan mulai dirasakan oleh masyarakat Indonesia.
Masyarakat miskin pun menjadi semakin merasakan kesulitan akibat menurunnya
ketahanan pangan.
Keterbatasan
jumlah lahan juga berakibat pada kinerja para penggarap lahan, di mana mereka
hanya menggarap sedikit lahan dan kesejahteraannya menjadi tidak terjamin.
Sementara, tuntutan kepada pertanian untuk menghasilkan komoditi pangan
sangatlah besar mengingat populasi penduduk Indonesia yang terus meningkat.
Sebagai contoh, luas lahan pertanian Indonesia sama dengan Vietnam, tetapi
jumlah penduduk negara ini hampir tiga kali lipat jumlah penduduk negara itu,
dan pada akhirnya setiap petani di Indonesia hanya bisa memiliki lahan yang
luasnya terbatas. Meskipun 70 persen penduduk Indonesia berprofesi petani,
namun rata-rata hanya memiliki 0,3 hektar lahan untuk digarap. Sehingga
meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia dianggap pesat, kekurangan pangan dan
nutrisi masih terjadi.
Selain
masalah besarnya populasi dan semakin sempitnya lahan pertanian, setidaknya ada
beberapa masalah ketahanan pangan yang dihadapi oleh Indonesia, antara lain:
masalah sistem yang belum terintegrasi dengan baik, kesulitan untuk
meningkatkan sejumlah komoditi unggulan pertanian, sistem cadangan dan
distribusi serta rantai pasokan dan logistik nasional yang belum efisien,
mahalnya ongkos transportasi, sering ditemuinya kasus kekurangan produksi di
sejumlah daerah, dan masalah stabilitas harga. Pada dasarnya masalah ketahanan
pangan merupakan masalah nasional yang perlu diperhatikan secara menyeluruh.
Masalah
pangan di Indonesia sebenarnya tidak perlu terjadi apabila kelangkaan pangan
bisa diatasi. Seperti diketahui, masalah komoditi pangan utama masyarakat
Indonesia adalah adalah karena kelangkaan beras. Sebenarnya, dulu kelangkaan
ini tidak terjadi karena tiap daerah di Indonesia tidak mengonsumsi beras saja.
Makanan utama di beberapa daerah di Indonesia juga berbeda-beda. Bahan makanan
utama masyarakat Madura dan Nusa Tenggara adalah jagung. Masyarakat Maluku dan
Irian Jaya punya makanan utama sagu. Dan beras adalah makanan utama untuk
masyarakat Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi walaupun ada juga yang
menjadikan singkong, ubi dan sorgum sebagai bahan makanan utama.
Tetapi
seluruh hal tersebut berubah total setelah pemerintah Orde Baru memberlakukan
Swasembada Beras yang secara tidak langsung memaksa orang yang biasanya
mengonsumsi bahan makanan non-beras untuk mengonsumsi beras. Yang terjadi
selanjurnya adalah muncul lonjakan konsumsi beras nasional hingga saat ini. Ini
akhirnya memaksa pemerintah untuk impor beras.
Padahal jika
tiap daerah tetap bertahan dengan makanan utama masing-masing maka tidak akan
muncul kelangkaan dan impor bahan makanan pokok beras. Efek lain pun muncul
akibat perubahan pola makan masyarakat Indonesia. Keberagaman komoditi
pertanian yang menjadi unggulan setiap daerah di Indonesia lenyap dengan
sendirinya demi program Swasembada Beras itu.
Masalah
pangan harus segera diatasi karena menyangkut kebutuhan semua orang, terutama
di Indonesia. Selain itu masalah-masalah lain yang terkait dengan pangan juga
diperlukan solusi segera, sebelum kesulitan pangan benar-benar terjadi.
Solusi
Ketahanan Pangan di Indonesia
Menghadapi
tantangan ketahanan pangan, diperlukan beberapa langkah, mulai dari peningkatan
ketersediaan, stabilitas, aksesabilitas, konsumsi sehingga setiap individu
dapat memiliki kesempatan yang sama dalam memenuhi pangannya.
Mungkin
sulit untuk mengerem laju penduduk yang terjadi di Indonesia, dan juga menambah
jumlah lahan pertanian yang ada, karena berbagai faktor dan konversi
besar-besaran yang terjadi. Namun yang perlu diperhatikan dan ditindaklanjuti
dari kondisi pertanian dan ketahanan pangan saat ini antara lain langkah
strategis penerapan dalam menyelesaikan ketahanan pangan pada total luas lahan
yang ada, serta upaya untuk fertilizer/pemupukan dan bibit unggulnya.
Luas lahan
yang merupakan konversi dari sawah juga harus diperhatikan masalah tata
ruangnya. Sementara itu, sistem pemupukannya harus menggunakan bahan organik
dan harus diperhatikan formulanya. Selain itu, perlu diperhatikan mengenai
pengelolaan kualitas serta kuantitas sumber daya manusia dan teknologi untuk
kemajuan pangan dan pertanian Indonesia.
Teknologi
jadi bagian penting dalam pertanian berkelanjutan dan ketahanan pangan.
Teknologi memang hanya tools atau alat, tetapi perlu dipikirkan
bagaimana kita dapat membantu para petani agar dapat meningkatkan kualitas
produk mereka. Teknologi juga perlu diperhatikan untuk mengimbangi
berkurangnya lahan pertanian.
Indonesia
juga mestinya melihat contoh-contoh negara lain yang berhasil memanfaatkan
lahan sempit, namun dengan teknologi yang maju mereka bisa mengatasinya.
Kualitas para petani perlu juga perhatian untuk mengolah sumber daya alam yang
ada. Para petani tersebut perlu diberikan pengetahuan agar mampu memajukan
jumlah komoditi pertanian. Contohnya diberikan pelatihan bagi para petani agar
mereka dapat memberi perlindungan lebih aman dan efektif terhadap tanaman
mereka dari serangan hama, penyakit, dan lainnya.
Cara lain,
bisa dengan mengembalikan lagi atau melestarikan kebiasaan makanan pokok di
tiap daerah. Seharusnya masyarakat suatu daerah dibiarkan mengonsumsi bahan
makanan yang biasa dikonsumsi secara turun temurun. Semua itu bisa terlaksana
asalkan ada goodwill dari masyarakat Indonesia, mulai dari presiden,
menteri dan seluruh rakyat untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki. Atau
dengan mengganti beras dengan bahan makanan berkomposisi sama atau lebih
bergizi seperti sayur-sayuran dan umbi-umbian.
Dengan
mengembangkan keunggulan komoditi pertanian yang dimiliki oleh daerah,
Indonesia tidak perlu impor bahan makanan. Jumlah penduduk 240 juta dapat
menjadi pasar yang luar bisa bagi Indonesia. Mungkin ekspor bisa menjadi tujuan
pada akhirnya, tetapi memenuhi kebutuhan dalam negeri lebih utama yaitu dengan
memanfaatkan keunggulan komoditi masing-masing daerah. Misalnya untuk memenuhi
kebutuhan jagung, Jawa dapat membelinya ke Sulawesi atau Nusa Tenggara. Untuk
memenuhi kebutuhan bawang maka Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan lain-lain dapat
membeli ke Jawa. Jadi harus ada kekhususan komoditi pertanian di suatu daerah
sebagai komoditi pertanian unggulan.
Semua upaya
untuk menangani permasalahan ketahanan pangan ini harus melibatkan semua pihak.
Hal ini dimaksudkan agar seluruh rencana penanganan ini dapat terlaksana dengan
baik sehingga tidak ada lagi masalah pangan.
KESIMPULAN